Selasa, 02 Agustus 2016

Kamu Mau Gak, 'Nikahin' Aku Sekarang?



Entah aku harus bicara mulai dari mana. Sulit banget rasanya. Kita udah 'pernah' berhubungan cukup jauh, meski kenyataannya memag absurd dan akhirnya kita putus.

Agak akut ketika aku harus jawab pertanyaan kamu itu, "mau atau enggak nikahin kamu secara begitu aja?" Realitanya, kembali lagi pada perasaan kita masing-masing, apa kita saling jatuh cinta (lagi), seperti 3,5 tahun lalu yang pernah kita jalanin? Cukup sesederhana itu kenyataan ini, tapi memang sulit, sulit banget.

Bosan; itu ungkapan kamu, sekaligus sebab kamu nyudahin hubungan kita, setelah 3,5 tahun lalu, tersia-siakan, dan kamu dengan ringan hanya bilang "Maafin aku, aku gak bisa nempati janji-janji aku dan udah membuang-buang waktu kamu."

Jujur, janji mana yang pernah kamu ungkapin ke aku? Kamu hanya menimpal apa yang udah aku janjiin buat kamu. Tapi aku selalu inget ucapan kamu, entah itu dalam situasi apapun, kamu selalu bilang; mudah-mudah kamu gak pernah bosan sama aku.

Jujur, aku pernah ngerasain itu, maaf, Bosan. Kamu pernah denger aku bilang demikian? "Ya Allah, gue gak mungkin bilang terus terang sama dia. Gue takut, takut dia marah sama gue, gue takut dia benci gue, gue takut dia pergi, gue takut dia gak cinta dan sayang lagi sama gue, gue takut dia gak mau kenal gue lagi. Ya Allah, jadi kayak gini coba-Mu buat kita berdua. Tolong kasih hamba solusi, gimana rasa bosan ini hilang, agar bisa terus cinta, sayang, peduli dan gak mau kehilangan dia."

Iya, itu ungkapan dan do'aku di depan Allah, dulu. Itu satu-satunya cara aku, gimana ngilangin rasa bosan aku terhadap kamu. Aku sadar, aku gak bisa bahagiain kamu layaknya orang berpacaran, bisa ketemu, kemana pun berdua, gandengan tangan berdua. Aku sadar, takdir kita memang dulu seperti itu, gak bisa ketemu begitu aja dan gak bisa terus berduaan.

"Ya Allah, berat banget cobaannya, ya?" Tapi aku sadar sekaligus bangga pada saat itu, aku ngerasa dengan cobaan kayak gitu kita jauh dari kefitnahan orang, jauh dari perzinaan, jauh dari apa yang dilarang Allah yang bukan muhkrimnya.

Seberusaha mungkin aku terus berupaya tetap enjoy, semangat, senang, cinta dan sayang sama kamu, apapun alasannya. Karena, seperti ucapan aku tadi, aku takut, takut, takut dan takut.

Aku gak berharap kamu bisa berpaling perasaan lagi ke aku setelah baca ini, enggak. Kamu hanya cukup tau, seenggaknya aku pernah berjuang buat kamu, biarpun akhirnya semua hanya sia-sia.

Sekarang adalah kebalikannya. Aku takut ketika kamu todong aku dengan sebuah pertanyaan simpel, entah becanda atau serius; "Kamu mau gak, nikahin aku, sekarang?"

Kenapa takut? Meskipun kamu udah terang-terangan udah gak ada perasaan lagi, aku takut kamu cinta lagi sama aku, aku takut kamu sayang lagi sama aku, aku takut kamu bosan lagi sama aku, aku takut kamu pergi lagi dari aku, aku takut perasaan aku tersiksa lagi, aku takut aku benci sama kamu, aku takut kepercayaanku kamu sia-siakan juga, aku takut - sekarang aku takut terjadi lagi yang kedua kalinya.

Aku ngerasa, cukup sekali aja, aku gak pengen tersiksa lagi karena kamu. Aku ngerasa lebih nyaman sekarang, kita temenan. Karena dengan teman, kita bisa saling bego"an, tolol"an, becanda, dan tentu aja bisa nyurahin sesuatu.

Jadi, tolong jangan kecewain pertemanan kita ini. Dan jangan bikin aku takut.

Selasa, 10 Mei 2016

Jalan-Jalan ke Dieng, Pertama Kalinya!

Gue, Didik, Afan, Aisyah, Bibah, dan Yang Foto ini namanya Reza


Ini dimana gue, Didik, Afan, Aisyah, Bibah dan Eca (kang foto), hendak masuk ke komplek Candi Arjuna di Dieng, Wonosobo. Awalnya, kami berenam dari tempat penginapan jalan lebih dari 700 meter untuk masuk ke komplek Candi.

Uniknya, enggak ada yang istimewa ketika lo pertama kali masuk persimpangan jalan ke arah Timur Dieng, lalu ambil jalur kiri Utara Dieng. Sebab, persimpangan inilah yang jadi 'pintu' pertama masuk untuk wisatawan menuju komplek Candi. Pasti lo akan ngira jalan persimpangan ini kayak jalur menuju ke suatu daerah lain di Dieng, misalnya seperti Pasar atau perdesaan lain.

Jalan selama kurang lebih 300 meter dari persimpangan, mata gue langsung takjub dengan view sekitar komplek Candi. Di tempat dimana gue dan teman-teman gue jalan itu (foto), komplek Candi langsung menyuguhkan pemandangan bukti dan lahan pertanian warga sekitar, yang mengelilingi sekitaran komplek Candi. Jadi, dari mana pun lo berdiri, pasti pengelihatan lo akan langsung tertuju pada bukti-bukit yang menjulang tinggi di sekitar komplek Candi Arjuna. Enggak heran, setelah masuk komplek candi, selain kami berenam, wisatawan lain pun sigap memantapkan diri berpose di depan kamera SLR atau Smartphone yang sudah mereka siapkan.

Gak berhenti sampai di situ, Afan, yang bisa dibilang pemandu kami selama di Dieng (wajar, udah tiga kali doi ke sini) hahaha... banyak nyeritain bagaimana komplek Candi Arjuna alami perubahan secara signifikan. Katanya, komplek Candi Arjuna di tahun 2013 hingga 2014, masih terbilang sepi wisatawan. Bangunan-bangunan di sekitar ini pun masih 'kuno', enggak kayak sekarang ini, fasilitas untuk pengunjung dibuat sedemikian resik dan rapih untuk pengunjung.

Doi pun langsung menuntun kami setelah asyik berfoto-foto (makasih ya, Ca) di sekitar Candi menuju komplek Candi Gatot Kaca yang letaknya cukup jauh dari Candi Arjuna. Bukan capek, tapi justru perjalanan ini asyik dan seru karena diimbangin guyonan selama perjalanan kami. Paling ngehek menurut gue ketika kita berenam hendak masuk ke pelestarian Candi lewat pintu loket, dimana tertulis Wisnus dan Wisman. Percakapan pun terdengar dari gue teman gue, Reza dan Didik selama kami menunggu pembelian tiket masuk yang harganya bisa lo simak, nih...

Kelar foto-foto, Reza nyeletuk nanya sama Didik soal Wisnus dan Wisman. Gue pun terbesit langsung mikir kedua kata itu apa maksudnya, tapi gue gak ikut berbincang sama mereka berdua, tapi sedikit menyimak mereka:

Reza: Dik, Wisnus - Wisman maksudnya apa, dah? Dulu gak ada kayak gini-gini, masuk tinggal masuk (alias gratis).
Didik: Eeeemmmmm... (mikir beberapa detik), mungkin Wisnus itu buat anak kecil maksudnya (Tertera, untuk Wisnus tiket masuk dimahari Rp 10 ribu). Agak masuk logika, nih.
Reza: Oooohhhh... berarti Wisman itu buat orang Dewasa ya, Dik. Soalnya harganya lebih mahal, Rp 25 ribu. Udah kayak mau nyukur di pangkas rambut aja. Dibeda-bedain gini.
Didik: Maklum, lah, Ca, objek wisata namanya juga (Reza nyaut kalo dipanggil Eca atau Paddock).

Dari perbincangan mereka, otak gue langsung nalar maksud dari kedua kata tersebut. Belum ngomong, Eca pun nanya sama Afan yang juga disahuti Bibah, setelah beli 6 tiket masuk.

Eca: Fan, emang Wisnus sama Wisman itu apaan? Lo lihat gak tadi? Soalnya, kita dulu gak ada kayak gini, dah.
Afan: Hahahahaha...!!!
Bibah: Ya Allah, Eca... Hihihihi wkwkwkwk!!!
Eca: Lho, kenapa? Ada yang salah pertanyaan gue?
Didik: Emang apaan Fan?
Eca dan Didik terheran-heran lihat pasangan suami istri ini, Afan dan Bibah, ngakak sejadi-jadinya. Gue bahkan lebih ngakak lagi. Wong gue tahu, tapi mau ngomong sama mereka, langsung kepotong sama pertanyaan si Eca. Dengan gaya bicara kalemnya, Afan pun menjawab pertanyaan mereka:
Afan: Ca, Wisnus itu Wisatawan Nusantara alias lokal. Kalo Wisman, ya jelas pasti buat Wisatawan Mancanegara.
Gue: Mungkin karena mereka kira itu bahasa Jawanya buat anak kecil dan dewasa Fan. Hahahahahahaha
Bibah: Haduuuhhhh... Eca, eca, lo tuh, ya, bikin gue ngakak aja! Ada aja tingkah lo buat bikin ketawa.
Eca: Hahahaha... Wah, Didik juga salah lo. Kalo gitu, mending gue Wisman dah.
Didik: Liat menampilan gue dong, Wisman ini. Wkwkwkwk
Afan: Hahahaha
Gue: Kampret lo berdua... hahahaha
Aisyah: Iiisshhhh si ayang malu-maluin, deh. Hahahaha

Dan sepanjang kita jalan masuk ke komplek Candi Arjuna, kita gak ada berhenti nyinggungin soal Wisnus dan Wisman itu. Kalo menurut gue, penggunaan kata untuk Wisata lokal dan luar, udah kayak nama buat orang aja. Hahahaha... jadi kalo lo ke Dieng, anggap aja lo itu Wisman, meskipun ketika lo masuk ngakunya Wisnus. Hahaha....

Eh, iya, ini hari kedua kami selama di Dieng, tepatnya hari Sabtu (07/5). Sampai di Candi Gatot Kaca, Didik dan Aisyah, Pasangan Suami Istri (Pasutri) ini tanpa menunggu lama langsung merogoh kantong celana mereka masing-masing, kamera smartphone siap digunakan - Aisyah pun langsung manampilkan pose pertamanya di depan suaminya, Didik (Jadi kang foto istri hahaha). Gak kalah eksisnya, Didik juga langsung memantapkan diri beridiri di bawah Candi Gatot Kaca dengan kaca mata menyanggah menampilannya, bak Wisatawan Mancanegara, bro! Padahal, tertulis; Dilarang Menginjak Area Candi! Hahahaha...

Puas mengabadikan diri, kami pun melanjutkan perjalananmenuju tempat wisata lain di Dieng, yakni Kawah Sikidang. Enggak kalah menarik, tunggu cerita gue dan teman-teman gue ini selama di sana. Hehehe... I Love It

#Dieng #CandiArjuna #CandiGatotKaca #KawahSikidang #Travel #Travelers #Traveling #Indonesiakeren #WisataIndonesia #ExploreDieng

Selasa, 30 Juni 2015

My Name is Dimas Chandra Permana, Cerita Ngalor Ngidul

Hehehe... gue bukan orang terkenal melainkan hanya seorang pria biasa-biasa aja, sama kayak cowok pada umumnya (Bukan cowok homreng ya! Najes). Oke, perkenalkan, nama gue Dimas Chandra Permana, yang baru kenal sama dunia blogging kayak gini. Skip skip skip

Gue, anak kedua dari tiga bersaudara. Gue besar di sebuah kampung kaya kenangan yang terletak di kawasan Legok dan sekitarnya, atau lebih tepatnya di Kp. Dukuh Pinang RT 02/03, Ds. Bojong Nangka, Kel. Kelapa Dua, Kab. Tangerang. Sedikit ngasih pengalaman unik yang pernah gue alami. Dulu waktu kecil, gue gak doyan yang namanya nasi putih. Entah apa penyebabnya, tapi perlahan tumbuh besar, sebelum anunya gue disunat pas banget di kelas 3 SD, gue pernah janji sama diri gue sendiri, kalo gue punya tekad buat beraniin makan nasi putih.

Jauh sebelumnya, gue seharinya makan cuma kalo enggak sama Mie Instan, ya sama nasi goreng. Aneh, kan? Gak doyan nasi putih, tapi suka banget sama nasi goyeng. Hehehehe... anehnya lagi, gue termasuk orang yang gak suka makan makanan daging, kayak daging Sapi, Kambing dan ikan-ikanan, tapi kalo makan Bakso gue doyan dan cuma satu daging yang gue suka, yaitu daging Ayam. Hehehe

Cukup aneh emang kalo selera makan gue ini. Alhamdulillah, setelah janji gue terpenuhi, sampai sekarang gue kalo makan sama nasi putih. Bangga banget gue.. hahahaha.. Tapi, gue tetap bersyukur, karena Allah SWT udah ngasih gue kebahagia cukup besar. Sebab, gue dibesarin oleh kedua orang tua gue tersayang. Seperti biasa, waktu kecil, cita-cita gue gak pernah berubah, pengen banget jadi seorang pengusaha. Hahahaha tinggi banget, ya. Cita-cita ini bakal terus gue kejar, sampai-sampai gue lanjut ke pendidik yang agak lebih tinggi, S1. Heheheh bukannya nyombong, sih, tapi lebih menonjolkan obsesi gue. Hahahaa... ini gue tekuni karena gue pengen liat orang tua bahagia dan bisa ngerasain seneng berkat hasil jerih payah gue. Hehehehe...

Sekarang gue kerja sebagai seorang jurnalis di salah satu media online Otomotif di Indonesia, dan nyambi sambil ngampus di salah satu Universitas. Sejujurnya, kerjaan ini bukan tipikal gue banget. Hahaha... kenapa? Iya, gue termasuk salah satu orang yang males banget nulis secara berpikir luas. Namanya kerjaan, tetep profesional dan gue jalanin seiring waktu berjalan. Dan Alhamdulillah, sekarang gue cukup hobi nulis dan liputan sana ke mari setelah 3 tahun.

Menurut gue, nulis itu gak segampang seperti yang kita kira alias susah banget. Maaf, bukannya maksud gue ngajarin atau istilahnya menggurui, ya, ini hanya berbagi pengalaman aja. Pertama nulis itu puyeng, puyeng nentuin konsep sebuah tulis yang berguna dan manfaat nantinya. Setelah, itu bikin judul yang menjadikan angel sebuah tulisan yang akan ditulis. Ini yang memakan waktu banget. Bikin sebuah judul aja, kadang gue baru bisa bikin judul setelah mikir 1-2 jam lamanya. hahahaha... Lemot banget ya, gue.

Setelah itu, barulah imajinasi luas kita menuntun jari-jari ini buat mengkreasikan tulisan hingga menjadi sebuah artikel. Hehehehe.... sampai di sini juga gak mudah, karena logika apa yang ditulis harus benar dan tepat. Asli, kalo salah, malah jadi bully semua pembaca. Hahahaha... Untungnya di dunia Online, jadi masih bisa diedit. Hehehehe... Oke, mungkin sampai di sini, pengalaman gue ini udah buat loe paham, deh, gimana rasanya jadi seorang jurnalis, apalagi di media Otomotif, yang mayoritas semua tulisan harus sesuai menurut logika.

Hmmmm... sebenarnya banyak banget pengalaman yang gue alami, sih. Terutama waktu kecil. Berhubung manusiawi, lupa-lupa ingat, jadi hanya sebatas itu aja pengalaman ini dibagiin buat kalian. Mungkin setelah lulus kuliah (Amiinnnn... mohon do'a-nya ya hehehe), niat gue pengen nyoba sesuatu yang baru lagi. Dan mudah-mudahan, cita-cita gue bisa tercapai. Amiinnnn... hehehe

Simak pengalaman gue lainnya di artikel selanjutnya, ya. Hehehehe